Kamis, 13 Oktober 2016

SECANGKIR KOPI MASA LALU

Hasil gambar untuk secangkir kopi

Sering kali aku berbicara dengan jarum jam dalam lamunanku, sekedar untuk memastikan tanda tanya raksasa dalam pikiran sambil menikmati secangkir kopi masa lalu yang memberadakanku tepat di lorong beranda kenangan pertama kali kita bertemu.

Sering kali aku berpikir, apa gunanya pertemuan itu? Sesuatu yang melibatkan dua hati terpedaya oleh buaian kasih sayang tak terduga. Tanpa inisiatif, rindu merenovasi hati bila sedetik saja tidak bertemu. Sedangkan kini menjadi suatu perkara hati saat kreatifitas jarak merumuskan kita pada lingkaran yang berbeda tanpa ada perpisahan. Perkara ini hanya kebetulan sama halnya dengan pertemuan kita yang aku anggap kebetulan juga. Lalu, bagaimana dengan "rindu"? Ia seperti anak kecil yang menggemaskan selalu bermain dan bertanya-tanya lugu tanpa pamrih.

Ketidakhadiran yang selalu hadir sering kali membuat secangkir kopi masa laluku lambat habis. Mungkin aku terlalu menikmati hitam pekat pahitnya. Sampai akhirnya aku lupa sudah berapa lama aku menghabiskan waktu berbicara dengan jarum jam. Padahal, yang ku bicarakan hanya sekedar perasaan yang menjadi ibu dari segala harapan tentang pertemuan silam. Namun, itu menjadikanku menipu diri dengan keindahan-keindahan yang semu. Seperti mengendalikan pesawat terbang sesuka hati, merekayasa dunia untuk mengembalikan waktu yang telah jauh berada di belakangku.

Pada akhirnya, secangkir kopi masa lalu yang kunikmati sedari tadi menuang kesimpulan. Bahwa harapan yang ada telah bertransformasi menjadi cinta. Cinta yang seharusnya kulogikakan tanpa pandang malu, gengsi, dan alasan lain yang membuat terpendam. Selama ini aku cenderung membungkam logika yang memang benar adanya suka kurang ajar dalam berkata jujur. Aku terlambat menyadarinya bahwa logika adalah penasihat yang mencegahku sakit hati dari harapan yang menumbuhkan cinta. Dia sungguh realistis meskipun cara menjelaskannya menampar pipi. Sudahlah, terlalu banyak aku berbicara pun takkan berubah keadaan yang ada. Tidak semua orang beruntung dengan harapan.