Kamis, 20 Oktober 2016

KEPADAMU RUANG REDUP (5.45)



Kepadamu ruang redup...

Takkan pernah rajuk membujuk potret kusam masa silam. Mulanya sendu berangin, melayang-layangkan daun yang ingin kembali pada rantingnya yang masih mengangah sigap di atas tuan petuah. Bukan kembali meranting, tapi, ia melayang semakin jauh dan hilang. Begitu malang tuan yang tak berniat membuang harus merayakan kehilangan. Tak kepalangtanggung sumpah-sumpah bencanapun tercaci maki memakan daging hati, melumat seisinya yang bersemikan cinta suci.

Kepadamu ruang redup...

Bunga malam kala itu menumpahkan embun tak berwadah. Mengalir dengan deras membasahi permukaan yang ada. Gubahan sukma tersia pula oleh pinta logika suara, sepasang jiwapun berputus asa kala mendayung perahu di samudera berbeda. Tak kuasa lagi hati menuai diksi tuk memanipulasi cinta yang suci. Bertahan diri menanggung segala derita misteri.

Kepadamu ruang redup...

Kini pusaka cinta suci yang tersemat di hati, mulai berbenah mata. Meratapi lentera hidup yang kini tak bermakna. Ia mencoba Mencari sejumlah obrolan singkat melalui semesta. Dalam keterasingan jiwa yang berduka akan temu yang tak kunjung tiba. Setiap pukul lima empat puluh lima sore menjadi pilihan terbaiknya. Kala manja bersama angin di pesisir yang diramaikan ombak, sering pula dihiasi sepasang merpati bertengger di atas karang yang terselamat akan kebasahan serta dilengkapi dengan langit kemerahan yang meluas ke seluruh penjuru mata angin. Ratapannya singkat, mewakili perasaan hebat yang terguncang dahsyat. Dan kini mulai membengkak dengan senyum kepalsuan.

Kepadamu ruang redup...

Tiada bunga yang bermekaran ingin layu dalam nafas yang teramat panjang. Bagai pucuk yang tak beranak sama sekali di sekitarnya. Menjadikan sepi merayukan sendu bernuansakan cinta, guna menghitung-hitung hari yang terus berganti. Berharap relung terobati meskipun tiada terikat janji ketika menyuarakan mimpi. Sungguh malangnya nasib dua hati yang kini beradaptasi menghidupkan kembali sejumlah asa yang tersia masa. Menjaga pusaka cinta yang termakan jarak. Tanpa peralihan jiwa, tetap bertahta tanpa sepengetahuan bersama.