Minggu, 27 November 2016

PESAN MALAM

Hasil gambar untuk MALAM SEPI

Malam ini aku mengarunginya dengan sebuah perjalanan kosong tanpa tahu jarak tempuh dan arah tujuan karena yang aku lakukan hanya sekedar ingin menikmati malam. Satu jam sudah lamanya aku berjalan, kini aku sedang berada di pinggir hutan yang lumayan rimba dan aku menghampiri sebuah angin di bawah rindang, angin sedang menangis. Lantas aku pun bertanya “mengapa engkau menangis sahabatku, desirmu begitu menyayat kudengar?”  Angin pun menjawab dengan lirih “Aku kesepian. Aku melewati setiap hamparan lembah hanya keheningan yang kudapat. Ketika aku memilih melewati gurun nan luas hanya keheningan yang menemaniku. Aku kesepian, Tuan”  aku pun terperangah tanpa sepatah kata dan membiarkan angin pergi begitu saja.

Kemudian aku melanjutkan kembali perjalananku. Telah jauh aku menempuh jalan. Namun tak ku jumpai keramaian di malam, hanya ada hening yang mencekam. Perjalananku semakin jauh tanpa peduli penat kakiku yang mulai nyeri. Lalu, Aku terhenti di sebuah persimpangan kilometer 14. Di sana aku menemukan seekor belibis putih yang sedang menangis. Aku pun bertanya padanya “mengapa engkau menangis di keheningan malam ini?” dan sang belibis pun mengepakkan sayapnya seraya mendekatiku dengan lunglai sembari menjawab “aku menangis karena mengenang kekasihku Tuan. Aku tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sudah hampir tujuh purnama aku menantinya di sini, menanti kepulangannya sebagaimana janji pertemuan yang sempat kami utarakan sebelum perpisahan. Aku takut akan kehilangan  Tuan” aku kembali bertanya pada sang belibis “apakah engkau masih meyakini bahwa kekasihmu pasti pulang? sang belibis pun menjawab sembari terisak “aku tidak tahu Tuan, kadang aku meyakini karena kekasihku pernah berjanji. Namun, kadang kala aku merasa putus asa dan hilang rasa percayaku. Sebab, untuk sekedar tahu dia baik-baik saja tidak pernah kudapati beritanya. Aku lelah Tuan, mungkin ini memang sudah nasibku hanya bersandar pada pengharapan tanpa kepastian” sang belibis pun langsung bergegas meninggalkanku. Aku hanya terdiam pun tak sanggup menerka kejadian yang serupa dengan angin setengah jam lalu.

Kini aku hanya memerhatikan alam dan menunda perjalananku di sebuah persimpangan, tempat di mana aku bertemu pada seekor belibis putih yang menangis. Aku pangling bahkan untuk mengingat yang terjadi pun aku tak tahu apa yang sedang aku rasakan, hanya ada ketiadaan di balik wujud diri ini. Mungkin semesta sedang berkelakar menyaksikan aku yang sedari tadi terheran. Namun, kenapa harus hujan yang turun? Aku pun bingung dengan keadaan alam dan semakin bingung dengan maksud hujan membasahiku.

Pada akhirnya aku memilih meneruskan perjalananku di bawah hujan melawan arah. Aku memilih menikmati saja daripada harus menggerutu tanpa sebab. Rupanya hujan begitu menyenangkan dan begitu baik sekali karena telah mengantarku pulang untuk melepaskan segala penatku yang tersesat oleh perjalanan tak bertujuan. Dan kini aku disaksikan oleh dinding kamar saat aku mulai mengeja makna demi makna yang disampaikan malam padaku. Lalu, mengurai arti demi arti yang diucapkan air.

Ternyata benar pesan malam, bahwa aku terlambat sadar akan maya demi maya yang selama ini mencuat isyarat. Aku pun lirih membenarkan firasat diri dalam pikirku yang kini mulai bersenandung bahwa “ada sesosok serupa indah kejora dalam airmata maya telah luruh mencariku. Menatih dan tertatih dalam mengayuh bidak rapuh, dikarenakan aku dalam pengembaraan sunyi. Dia diam seribu bahasa, dalam sekian masa hanya keluhnya yang hadir menemani bukan pengharapannya akan kepulanganku. Oh Puan, maafkan aku yang selama ini tak mengenal arti mayamu. Sesungguhnya yang terjadi adalah aku tidak sedang membunuh kita. Keluh itu adalah pertempuran yang tidak dapat kau menangkan, begitu pun aku merasakan dalam pencarian jalan pulangku”


Kini rasa bersalahku hadir melintasi dalam bayang-bayang dan segenap haru menghukumku menghadirkan sadar bahwa aku memang manusia yang jatuh pada butuh. Jangan anggap aku melupakanmu, tidak sama sekali itu terjadi padaku, Puan. Andai saja kau tahu bahwa kau adalah rajut sempurna pelangi tasbihku mungkin kau akan damai dalam penantianmu. Sesungguhnya begitu besar kasihku padamu, namun tak melebihi kasihku pada Tuhanku. Bersabarlah Puan, Sebab apa yang kita harapkan bila memang ada campur tangan dari Tuhan tanpa maya pun kita akan mengutus kebahagiaan baik itu di dunia maupun akhirat.