Dengarkan baik-baik!!!
Aku telah dirajam pertanyaan
kejam, kala mentari pagi berkembang sampai senja menjurang malam. Kehidupanku
tak sesempurna yang kau bayangkan, aku bukanlah pangeran yang sedang membangun
kayangan. Sejak kau ajari aku menyapa kehilangan, hidupku berantakan dan aku
betah merasakan. Aku tak pernah segan mengatakan bahwasanya aku adalah penikmat
sepi yang meringkuk di balik jeruji, mengemis waktu tuk mengembalikan yang telah
tercuri atau menanti mati. Jangan kau mengkhawatirkan keberadaanku yang
berantakan melintasi waktu. Biarlah aku bertahan di balik celah kesepian ini,
memeluk kenangan dan mimpi yang telah dipatahkan takdir.
Akulah pemuda bernasib
malang, merayakan kehilangan dengan hidup berantakan. Setiap hari harus
menelan kerelaan dan berupaya cerdas menggenapi waktu agar tetap hidup
menciptakan jejak. Seperti yang kau tahu, mataku adalah kamera yang kini sudah
tak memiliki hari baik lagi. Lensanya pudar karena tak lagi kurawat seperti
dulu saat bersamamu. Tak perlu kau datang memberi tisu kepadaku yang tak
berguna sama sekali. Sebab, kerusakannya tak berbentuk. Hanya menjadikanku
pelamun yang nyaman termakamkan kenangan.
Aku tak ingin merapikan
hidup. Tersebab bosan mengkadar pinta tanpa penanda. Aku memilih kusam tak
beraturan tanpa arah, karena itu jauh lebih menyenangkan. Jangan takut, aku
takkan memberontak takdir yang tak tercatat. Percayalah, biarpun harus kuarungi hidup
dengan berantakan, itu adalah pilihanku. Kau tak perlu menjadi penjahit
demi menyelamatkanku. Sebab, kita hanya dipertemukan untuk menjadi sebuah
kenangan. Kau dan aku adalah hasil dari kreativitas Tuhan yang merancangnya
dengan berbagai balutan. Seperti butir hujan, cahaya mentari, rumput
ilalang dan debu. Jangan kau kasihani aku dengan perhatianmu, aku tak
membutuhkannya.
Bagiku, semuanya gelap dan hancur. Jariku saja takkan mampu berhitung, berapa lamakah aku harus menanggung?
Bagiku, semuanya gelap dan hancur. Jariku saja takkan mampu berhitung, berapa lamakah aku harus menanggung?