Minggu, 17 April 2016

CELOTEH PAGI



Matahari mulai bersinar
Kicauan burung pun mulai terdengar
Aku terbangun dari indahnya bunga malam yang menghiasi malam sepiku

Pagi ini...
Tiada kata yang mampu ku urai
Ketika semua kemungkinan adalah kegagalan
Hanya kekosongan yang ada dalam sebuah harapan
Menanti sesuatu yang tak pernah pasti
Mencari kesempatan yang tak pernah ada

Melangkah di setapak jalan samar
Berharap ada secercah kebahagian
Namun, hanya sebatas ilusi belaka
yang terlihat hanyalah fatamorgana
yang terdengar hanya gema angin berhembus
Dan apa yang aku rasakan?
Semuanya tak menentu
Terdiam tanpa sepatah kata
Kaku bagai patung mati.

PANGLING



Menata kembali hati yang tercabik menanti
Menutup diri dari kelukaan hati terperih
Cermin-cerminku pun berbisik
Merelakan adalah pilihan terbaik...

Sejenak aku tersenyum dan bertanya lugu pada dinding kamar
Apakah bisikan cermin adalah keputusan terbaik?
Aku tak mendengar jawabannya namun batin ku terusik
Sambil mengulit rasa yang mulai membelit
Rasanya begitu pelit tuk membinasakan hal tersulit

Aku terhimpit diantara keputusan pahit
Berada diantara romansa kritis nan dramatis
Berharap harmonis dalam kisah romantis
Namun sedari dulu bertalenta pesimis

Aku terlalu banyak berandai-andai
Sehingga lupa diri pada siapa aku berharap..
Kemudian selimut tebal menenangkanku
Membujukku dengan lembut jemarinya
Sembari berkata : sudahlah, impianmu terlalu besar. Sampai kapanpun dia takkan pernah melihat kamu yang sedang menunggunya.

Aku pun berdiam untuk berfikir
Memang benar adanya aku hanya sering berandai

Senin, 11 April 2016

PENANTIAN YANG LUGU




Kau lelah dan pasrah,
antara menyerah dan berserah
Kau tak mengaku kalah diantara luka yang kau rasa
Kau bersedia sahaja menunjuk tabir sengketa duka
Kau telan derita berdiam hampa menelangsa jiwa
Kau tak tertipu bahkan kau percaya adanya,
Meskipun luka menggerogoti jiwa
Kau tetap bersabar, tersenyum

Kau mencarinya setiap kali senja menemani kau,
Kau tak menemukannya,
Barangkali saja kau lupa,
Senja yang kerap kau hadiri setiap hari,
Hanya menghiburmu saja

Kau hanya tertawa kecil
Dengan segelintir tanya tentang penantian mahligai rindu
Setibanya malam, kau kembali sendu
Mengingat sembilu tak kunjung sembuh
Dan lagi-lagi kau tersenyum diantara gegana
Bagimu tak begitu lucu
tapi....
cukup membuatmu tertawa terbahak sendirian....

KEHILANGAN




Aku tak ingin ada banyak perpisahan lagi
Daun menguning lalu jatuh di atas tanah...

Tempat dimana para sahabatnya telah lebih dulu menangis,
seperti itulah setelah kehilangan.... 
Tak perlu ada kata melupakan karena akan jadi prihal yang menakutkan,
ketika peluk berubah air mata...
Mungkin bagi mereka yang punya kekuatan tertawa lebih banyak,
akan jadi orang yang paling sibuk menenangkan pikiranya sendiri... 
Dan pada suatu saat sore yang tenang sebagian dari mereka mulai ada yang berfikir,
tentang sebuah pertemuan atau hanya sekedar mengenang saja..

Memang benar adanya,
kenyataan adalah mimpi yang kosong
berakhir bagai lelucon yang sama sekali tidak lucu... 
Seperti aku misalnya .... 
Setelah perpisahan kemarin,
aku tertegur oleh kekhawatiran tentangmu,
tentang semua ketidaktahuanmu dengan perasaanku... 
Lalu dengan ketiadaan yang begitu sangat menggeletarkan jiwa,
aku linglung di penghujung langit merah itu... 
Aku berjalan dengan susah payah,
di sela-sela ombak yang sedang bermain
Dan tak lupa pula angin bersenandung dengan begitu berisik...

Aku hanyut terapung-apung di lautan rindu,
mencoba berlayar menyelusuri bayang-bayangmu yang kini semakin jauh...

Dan aku mulai kebingungan kala badai bertubi-tubi menghantamku dengan sebegitu hebatnya memaksa ku terdampar ketepian yang hampa....


Harapanku perlahan memudar,

Aku tercekal oleh segerombolan pilu yang kejam,
mereka membawa ku kesebrang sana  di ujung senja yang begitu remang

Lalu kuratapi sepenuhnya kelemahanku,
diantara ikhlas dan tidaknya aku berpisah denganmu


Aku hanya mampu mengutip sejumlah kenangan itu dari setiap kebetulan-kebetulan yang menkjubkan bersamamu

Tiada hal lain yang bisa ku lakukan lagi, ketika takdir berkata lain

Tinggallah sebuah kedukaan menyelimuti jiwa yang semakin rapuh ini,
aku tak bisa apa-apa,
selain hanya meratapi setiap kelukaan hati yang sebegitu perihnya merindukanmu...

Kini aku telah sampai di ujung lelahku,
aku tak sanggup menutupinya

Bahwa aku telah kehilanganmu...