Bolehkah sejenak aku
masuk ke duniamu?
Sudah lama kaujatuh
cinta pada senja, pada semua pernik langit yang melukiskan keindahan di kala
mentari perlahan surut di ujung cakrawala dan menawarkan kebahagian. Begitu pun
kaumenyempatkan diri untuk sendiri menghadiri senja hampir setiap hari.
Sepertinya kau sedang memahami tentang teori kebencian, impian, kenangan juga
kerinduan. Namun semua yang terpapah membuat hatimu berdenyut seolah-olah
bernanah. Lantas dalam pikiranmu melogikan fakta, tetap berdiri, dan berbicara
diam dengan segelintir tanya tentang sebuah nama yang kausemat dalam doa.
Masih dalam periode senja
kelabumu tanpa episode baru. Suatu hari di Februari kala senja yang terus
kauhadiri hampir setiap hari, menyapamu dengan merdu, dan kembali menawarkan
kebahagian. Tanpa penolakan seribu alasan, sebuah kejadian yang sudah terbiasa
kaurasakan nasibnya senasib angin. Kausambut dengan harapan yang jelas sudah
kautahu bakal semu. Kaumemang tak bergerak kemanapun akan tetapi; hati dan pikiranmu
tetap berlayar melintasi samudera kebencian sekadar bertujuan menjemput
kenangan yang menjadi impian bakal terulang.
Masih juga dalam
periodemu yang sama dengan episode serupa. Antara ada dan tiada, rindu masih
terus mengunjungi hati dan pikiranmu yang sudah tak tertanggungkan lagi rasanya.
Senja pun mengingatkanmu untuk tetap tidak lupa memberi kesempatan pada hati
dan pikiranmu untuk berlayar kembali di sore hari. Kaupun pasrah dan berserah,
membiarkan senja mengatur skenario drama kosongmu yang setiap harinya
disaksikan lembayung jingga hingga langit menua renta tak sanggup kaucegah. Kautersenyum,
juga sesekali menitikan airmata, dan yang kaurasakan hanya nasib senasib angin.
Masih dalam periode
yang sama tanpa episode yang berbeda. Teorimu mulai rapuh dan dalam sekejap
hatimu runtuh, mulai merangkai aksara menjadi bicara tentang tanya besar antara
hati dan pikiranmu yang janggal. Pertanyaan yang ada tak satupun mampu kaujawab
dengan sederhana. Kauhanyut dalam mega rindu akan kenangan yang bergelombang,
memintamu berlayar kembali melintasi samudera kebencian. Kau tak bisa
menolaknya, hingga jiwamu menyebrang jauh dalam angan pertemuan yang kau rindukan.
Pertemuan yang selalu kau harapkan itu adalah pertemuan yang kau sendiri tak
tahu pada siapa kau akan bertemu, entah seseorang di masa lalu atau akan ada orang
baru.
Alangkah hebatnya senja
mengajak hati dan pikiranmu berlayar tak bernahkoda. Kiranya kau akan tersesat
di setiap harinya, namun kau selalu kembali dengan selamat menyambut pekat
malam yang dahsyat. Semoga kau terus bahagia sebagai pelakon senja drama kosong
lembayung jingga, hingga periode kelabumu usai dan kau tata episode baru sampai
menuju surge.
Aku pamit untuk kembali
keluar dari duniamu, terima kasih telah mengizinkanku masuk sejenak untuk merasakan
hal yang sama, merasakan nasib senasib angin.
Tanjung Batu, 16 Februari 2017
Bersambung.......
*Tulisan ini ditulis
untuk orang-orang yang menyukai senja dan menikmati setiap pernak-pernik langit
jingga. Ada sebagian dari mereka yang menceritakan kepada bahwa betapa
berartinya senja di dalam hidupnya yang mampu membuat hidup menjadi damai,
tenang, dan membahagiakan meskipun terkadang hanya sebatas kerinduan dan
khayalan. Bagi mereka senja adalah tempat menuangakan rasa yang tak berujar
kata belaka. Senja tak pernah mengingkari janji bahwa Ia selalu kembali. Sungguh,
senja tetap hadir meskipun terkadang badai berusaha menghalanginya, Ia tetap datang
tepat waktu dan pergi tanpa ragu. Begitulah senja, indah tanpa perhiasan,
mengagumkan, mendamaikan segala rasa serta melapangkan pikiran dan
mengajari kita untuk tetap bersyukur padaNya.