Rabu, 11 Mei 2016

Pertemuan di Atas Perpisahan


PERTEMUAN DI ATAS PERPISAHAN
Boby Julian

Rindu adalah pria yang sejatinya tidak pernah putus asa dan mempunyai tekad yang luar biasa. Oleh sebab itulah, dia pada akhirnya membuat keputusan yang mengejutkan sang kekasihnya Kasih, Kasih adalah wanita yang sangat mencintai Rindu dengan tulus. Demi rasa cintanya yang begitu besar terhadap Rindu, akhirnya Kasih pun mengiakan keputusan Rindu.
19 Agustus 2015, di sore yang tenang bersama semilir angin lalu di temani ombak-ombak yang bermain ria di permukaannya. Rindu dan Kasih berdiri dengan gelisah menatap langit merah di ujung sana sembari bergenggaman erat menikmati suasana indah yang berujung duka.
“Kasih, maafkan aku atas pertemuan kali ini, karena kita akan menjadi bagian yang terpisahkan, lingkaran waktu akan membelah jarak diantara kita” bisik Rindu dengan lirih.
Tanpa sepatah kata Kasih hanya bisa menitikan air mata dalam dekapan Rindu seolah tak percaya dengan semua yang baru saja didengarnya. Bagaimana tidak, mereka yang selama ini selalu bersama, saling melengkapi seperti halnya bulan dan bintang saling memberi terang dalam kegelapan. Kini harus bersinar pincang.
Rindu pun berusaha untuk menguatkan dan menenangkan Kasih.
“Kasih, tatap mataku! Perpisahan bukanlah akhir. Terkadang kita dipaksa untuk memilih, bukankah hidup adalah sebuah pilihan? Ini memang sulit, tapi harus aku putuskan. Meninggalkanmu bukanlah perkara yang mudah bagiku, bukan semata-mata ingin membuatmu kecewa bahkan aku begitu tersiksa ketika harus mengatakan ini padamu”
Kasih pun menatap Rindu dengan tajam sambil berkata, “Aku tidak akan menghalangi kepergianmu. Tapi, air mata ini tak dapat berbohong bahwa aku tak ingin kehilanganmu. Aku takut, setelah hari ini kita tidak akan pernah bertemu lagi. Lalu bagaimana dengan kerinduan yang akan menjelma di sepanjang hari-hariku nanti?”
Rindu yang sedari tadi berusaha tegar dan meyakinkan Kasih bahwa semua akan baik-baik saja. Kali ini dia benar-benar terkejut bagaikan tersambar petir yang begitu dahsyatnya sehingga mematikan setiap gerakan tubuhnya.
Keheninganpun menyapa mereka yang sedang berduka, angin mulai berhenti berisik seolah-olah merasakannya dan ombak mulai menghargai damai yang dirindukan oleh permukaannya.
Rindu yang tetap tidak ingin melihat Kasih seorang wanita yang teramat ia cintai tersebut menangis tersedu karena keputusannya yang memilih untuk pergi melanjutkan perjalanan hidupnya yang baru, Rindu mulai kepanikan dan merasa sangat bersalah.
“Aku mohon maafkan aku! Percayalah! Kerinduan akan menghapus semua ketakutanmu. Jadikanlah dia teman yang paling baik yang akan terus setia bersamamu. Dia takkan pernah menghianatimu justru dia jauh lebih baik dari aku.” Kata Rindu pada Kasih.
Suasanapun semakin mencekam ketika Kasih menjawab apa yang dikatakan Rindu. “tidak, tidak semudah itu. Kamu bohong. Kamu hanya berusaha untuk menghiburku agar aku menjadi wanita tangguh yang mampu menghalau rapuh. Tidak Rindu, aku tidak bisa menutup diri bahwa aku baik-baik saja ketika harus kehilanganmu dan prihal kerinduan yang kamu sebut teman justru akan menjadi musuh paling besar yang harus aku hadapi setelah hari ini.”
Rindu yang mulai kehabisan kata-kata, mencoba menarik nafasnya untuk sejenak menenangkan dirinya sendiri sambil menatap mata indah dilapisi kaca bening yang saat itu sedang berbinar-binar di hadapannya.
Lalu, dengan tatapan yang sayu Kasih pun bertanya dengan lirih.
Mengapa kamu memilih pergi? Jawab Rindu.... jawab!!
Rindu pun masih terbilang kaku tanpa sepatah kata, seakan bibir terkunci dan lupa apa yang sedang terjadi padanya.
“Rindu, bila ini memang harus!!! aku ikhlas dengan semua keadaan ini. Mungkin memang benar, adakalanya kita harus berlapang dada menerima semua yang tidak diinginkan. Tapi, aku ingin kamu beri aku sedikit saja penjelasan agar aku bisa menerka dan memahaminya.” Pinta Kasih pada Rindu.
Dan di ujung senja yang perlahan mulai menghilang, di batas hari yang semakin remang. Akhirnya Rindu pun mulai menjelaskan semuanya dengan hati yang mulai patah disaat menjelang tibanya malam.
“Kasih, aku pergi karena masih banyak impian besar yang harus aku kejar, maafkan aku yang harus membiarkanmu disini sendiri. Satu hal yang harus kamu tahu, aku sama sepertimu, entah bagaimana caranya untuk memulai hari esok tapi aku yakin kita pasti bisa memulainya.”
Ketika mendengar pernyataan dari Rindu, Kasih mencoba memahaminya dengan hati yang tidak lagi utuh. Kelukaan yang mulai menggerogoti batinnya seakan membunuh semua harapan yang selama ini telah dirajut bersama.
Lalu, bagaimana dengan hubungan kita? Dan apakah kita masih bisa bertemu lagi?” Tanya Kasih.
Rindu pun menjawabnya dengan gemeteran sebelum dia melangkah pergi meninggalkan Kasih sendiri di keremangan senja.
Entahlah, aku tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Tentang sebuah pertemuan kita, biarlah takdir yang menentukannya. Jika nanti aku menemukan jalan pulang, aku pasti kembali untukmu. Bila tidak, kenanglah aku semaumu. Kita tak perlu saling menunggu!! karena itu akan membuat kita semakin kecewa. Untuk yang terakhir, aku mohon, setelah aku melangkah menjauh darimu aku ingin kamu menghapus air mata ini, aku ingin melihatmu tersenyum disaat aku melepasmu, aku mohon!!! Dan aku pamit.
Akhirnya, Rindu pun bergegas melangkah pergi dengan keremukan hatinya, dia tetap pergi melanjutkan perjalanan hidupnya untuk berjuang mengejar impian besar yang sudah sedari dulu ia tanamkan didalam hatinya.
Kasih pun hanya bisa terdiam dan berusaha menghapus air matanya demi satu permintaan terakhir dari seorang pria yang sangat ia cintai, dengan perasaan yang hancur Kasih tersenyum untuk merelakan kepergian sang kekasih tercinta yang tidak ia ketahui apakah akan bertemu lagi atau tidak sama sekali.

Dan akhirnya, mereka menjadi sepasang kekasih yang sepakat untuk berpisah tanpa perlu ada penantian dan ikatan apapun. Mereka hanya berharap dengan ketetapan takdir Tuhan, bermain dengan jika dan meyakini semoga sebagai salah satu pelipur lara dalam doa untuk sahabat sepinya disetiap harinya setelah pertemuan diatas perpisahan di keremangan senja 19 Agustus 2015.