PERTEMUAN DI ATAS PERPISAHAN
Boby Julian
Rindu
adalah pria yang sejatinya tidak pernah putus asa dan mempunyai tekad yang luar
biasa. Oleh sebab itulah, dia pada akhirnya membuat keputusan yang mengejutkan
sang kekasihnya Kasih, Kasih adalah wanita yang sangat mencintai Rindu dengan
tulus. Demi rasa cintanya yang begitu besar terhadap Rindu, akhirnya Kasih pun
mengiakan keputusan Rindu.
19
Agustus 2015, di sore yang tenang bersama semilir angin lalu di temani ombak-ombak yang bermain ria
di permukaannya. Rindu dan Kasih berdiri dengan gelisah menatap langit merah di
ujung sana sembari bergenggaman erat menikmati suasana indah yang berujung
duka.
“Kasih, maafkan aku atas pertemuan kali ini, karena kita akan menjadi
bagian yang terpisahkan, lingkaran waktu akan membelah jarak diantara kita”
bisik Rindu dengan lirih.
Tanpa
sepatah kata Kasih hanya bisa menitikan air mata dalam dekapan Rindu seolah tak
percaya dengan semua yang baru saja didengarnya. Bagaimana tidak, mereka yang
selama ini selalu bersama, saling melengkapi seperti halnya bulan dan bintang
saling memberi terang dalam kegelapan. Kini harus bersinar pincang.
Rindu pun
berusaha untuk menguatkan dan menenangkan Kasih.
“Kasih, tatap mataku! Perpisahan bukanlah akhir. Terkadang kita
dipaksa untuk memilih, bukankah hidup adalah sebuah pilihan? Ini memang sulit,
tapi harus aku putuskan. Meninggalkanmu bukanlah perkara yang mudah bagiku,
bukan semata-mata ingin membuatmu kecewa bahkan aku begitu tersiksa ketika
harus mengatakan ini padamu”
Kasih pun menatap Rindu
dengan tajam sambil berkata, “Aku tidak
akan menghalangi kepergianmu. Tapi, air mata ini tak dapat berbohong bahwa aku
tak ingin kehilanganmu. Aku takut, setelah hari ini kita tidak akan pernah
bertemu lagi. Lalu bagaimana dengan kerinduan yang akan menjelma di sepanjang
hari-hariku nanti?”
Rindu
yang sedari tadi berusaha tegar dan meyakinkan Kasih bahwa semua akan baik-baik
saja. Kali ini dia benar-benar terkejut bagaikan tersambar petir yang begitu
dahsyatnya sehingga mematikan setiap gerakan tubuhnya.
Keheninganpun menyapa
mereka yang sedang berduka, angin mulai berhenti berisik seolah-olah merasakannya
dan ombak mulai menghargai damai yang dirindukan oleh permukaannya.
Rindu
yang tetap tidak ingin melihat Kasih seorang wanita yang teramat ia cintai
tersebut menangis tersedu karena keputusannya yang memilih untuk pergi
melanjutkan perjalanan hidupnya yang baru, Rindu mulai kepanikan dan merasa
sangat bersalah.
“Aku mohon maafkan aku! Percayalah! Kerinduan akan menghapus semua ketakutanmu.
Jadikanlah dia teman yang paling baik yang akan terus setia bersamamu. Dia
takkan pernah menghianatimu justru dia jauh lebih baik dari aku.” Kata
Rindu pada Kasih.
Suasanapun
semakin mencekam ketika Kasih menjawab apa yang dikatakan Rindu. “tidak, tidak semudah itu. Kamu bohong. Kamu
hanya berusaha untuk menghiburku agar aku menjadi wanita tangguh yang mampu
menghalau rapuh. Tidak Rindu, aku tidak bisa menutup diri bahwa aku baik-baik
saja ketika harus kehilanganmu dan prihal kerinduan yang kamu sebut teman
justru akan menjadi musuh paling besar yang harus aku hadapi setelah hari ini.”
Rindu
yang mulai kehabisan kata-kata,
mencoba menarik nafasnya untuk sejenak menenangkan dirinya sendiri sambil
menatap mata indah dilapisi kaca bening yang saat itu sedang berbinar-binar di
hadapannya.
Lalu, dengan
tatapan yang sayu Kasih pun bertanya dengan lirih.
“Mengapa
kamu memilih pergi? Jawab Rindu.... jawab!!
Rindu pun masih terbilang kaku tanpa
sepatah kata, seakan bibir terkunci dan lupa
apa yang sedang terjadi padanya.
“Rindu, bila ini memang harus!!! aku ikhlas dengan semua keadaan ini.
Mungkin memang benar, adakalanya kita harus berlapang dada menerima semua yang
tidak diinginkan. Tapi, aku ingin kamu beri aku sedikit saja penjelasan agar
aku bisa menerka dan memahaminya.” Pinta Kasih pada Rindu.
Dan di
ujung senja yang perlahan mulai menghilang, di batas hari yang semakin remang.
Akhirnya Rindu pun mulai menjelaskan semuanya dengan hati yang mulai patah
disaat menjelang tibanya malam.
“Kasih, aku pergi karena masih banyak impian besar yang harus aku
kejar, maafkan aku yang harus membiarkanmu disini sendiri. Satu hal yang harus
kamu tahu, aku sama sepertimu, entah bagaimana caranya untuk memulai hari esok
tapi aku yakin kita pasti bisa memulainya.”
Ketika mendengar
pernyataan dari Rindu, Kasih mencoba memahaminya dengan hati yang tidak lagi
utuh. Kelukaan yang mulai menggerogoti batinnya seakan membunuh semua harapan
yang selama ini telah dirajut bersama.
“Lalu,
bagaimana dengan hubungan kita? Dan apakah kita masih bisa bertemu lagi?”
Tanya Kasih.
Rindu
pun menjawabnya dengan gemeteran sebelum dia melangkah pergi meninggalkan Kasih sendiri di keremangan
senja.
“Entahlah,
aku tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Tentang
sebuah pertemuan kita, biarlah takdir yang menentukannya. Jika nanti aku
menemukan jalan pulang, aku pasti kembali untukmu. Bila tidak, kenanglah aku
semaumu. Kita tak perlu saling menunggu!! karena itu akan membuat kita semakin kecewa. Untuk yang terakhir, aku
mohon, setelah aku melangkah menjauh darimu aku ingin kamu menghapus air mata
ini, aku ingin melihatmu tersenyum disaat aku melepasmu, aku mohon!!! Dan aku
pamit.
Akhirnya,
Rindu pun bergegas melangkah pergi dengan keremukan hatinya, dia tetap pergi melanjutkan
perjalanan hidupnya untuk berjuang mengejar impian besar yang sudah sedari dulu
ia tanamkan didalam hatinya.
Kasih pun hanya bisa
terdiam dan berusaha menghapus air matanya demi satu permintaan terakhir dari
seorang pria yang sangat ia cintai, dengan perasaan yang hancur Kasih tersenyum
untuk merelakan kepergian sang kekasih tercinta yang tidak ia ketahui apakah
akan bertemu lagi atau tidak sama sekali.
Dan akhirnya, mereka
menjadi sepasang kekasih yang sepakat untuk berpisah tanpa perlu ada penantian
dan ikatan apapun. Mereka
hanya berharap dengan ketetapan takdir Tuhan, bermain dengan jika dan meyakini
semoga sebagai salah satu pelipur lara dalam doa untuk sahabat sepinya disetiap
harinya setelah pertemuan diatas
perpisahan di keremangan senja 19 Agustus 2015.