Kamis, 17 Mei 2018

Teks Pidato

Citra Bahasa Indonesia
Assalamualaikum wr.wb
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang tak henti-hentinya telah memberikan hidayah dan nikmatnya, sehingga kita dapat berkumpul dengan keadaan yang sehat walafiat. Tidak lupa juga marilah kita ucapkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga kita diberikan syafaat pada Yaumil akhir kelak.
Yang saya hormati Dekan dan Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, serta mahasiswa yang saya banggakan. Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkanlah saya untuk menyampaikan pidato tentang “Citra Bahasa Indonesia” khususnya tentang bahasa indonesia. Barangkali saja ada di antara kita yang lupa bagaimana bahasa indonesia menjadi bahasa nasional sekaligus sebagai identitas bangsa indonesia.
Hadirin yang berbahagia. . .
Bahasa Indonesia itu sendiri memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional seperti yang dinyatakan dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Juga berfungsi sebagai identitas nasional, menjadi kebanggan bangsa kita, sebagai alat komunikasi dan pemersatu bangsa.
Ada proses panjang penggunaan bahasa Indonesia, sehingga dijadikan sebagai bahasa nasional, oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita yang merupakan generasi muda untuk menghargai peran dan kedudukan bahasa Indonesia. Mengapa saya katakan demikian? Apakah ada yang salah dengan bahasa yang kita gunakan sehari - hari? Menggunakan bahasa asing atau mempelajari bahasa Asing adalah sesuatu yang penting, Mengingat tuntutan persaingan di era globalisasi saat ini. Akan tetapi manakala di hati kita terdapat suatu kebanggaan bahwa ketika menggunakan bahasa Asing dan di satu sisi menganggap bahasa Indonesia bukan suatu kebanggan, maka secara tanpa sadar kita telah menjatuhkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Hadirin yang hormati. . .
Terdapat sebuah fenomena di kalangan remaja, di mana mereka dengan begitu bangga menciptakan atau menggunakan bahasa yang menurut mereka itu adalah suatu trend. Mereka merasa jika tidak mengerti dengan bahasa tersebut maka mereka dicap sebagai seorang remaja yang kurang pergaulan. Bahasa yang mereka sebut dengan bahasa GAUL tersebut kini sudah merambah pada dunia hiburan seperti yang terlihat pada tayangan - tayangan televisi dan melalui siaran radio.
Apapun alasannya bangsa ini telah memilih bahwasanya bahasa Indonesia adalah bahasa yang mencerminkan kepribadian bangsa, sebagai bahasa nasional yang menjadi identitas kita sebagai rakyat Indonesia. Jadi, jika kita tidak bangga dan menghargai keberadaan bahasa Indonesia dengan menciptakan istilah baru, lalu siapa lagi yang akan menghargai bahasa Indonesia. Mari kita renungkan bersama.
Hadirin yang berbahagia
Hanya ini saja yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini dan sebelum saya akhiri pidato singkat ini, harapan saya adalah semoga melalui pidato yang saya sampaikan ini akan menambah kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia dan mencintai budaya asli Indonesia.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Artikel



Nama              : Julian Anggar Kesuma Siregar
NIM                : 150388201092
Mata kuliah    : Wacana Bahasa Indonesia
Tugas              : Menulis Artikel

Sastra Indah dan Bahasa Nyawanya
            Barangkali banyak orang memiliki definisinya sendiri tentang sastra karena sastra memang memiliki ruang lingkup yang luas sekali. Sastra itu indah, dan di balik keindahannya itu tentu ada beberapa hal mendasar yang menjadi bukti kekuatan dari kata sastra tersebut. Seperti yang diketahui bahwa sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanksekerta yakni ‘Shastra’, artinya ‘teks yang mengandung instruksi atau pedoman’. Berasal dari kata ‘Sas’ yang berarti ‘Instruksi’, sedangkan ‘Tra’ berarti ‘alat atau sarana’.  Bahasa Indonesia sendiri kata ini digunakan untuk merujuk ‘kesusastraan’ atau lebih dikenal lagi jenis tulisan yang memiliki arti dan makna juga keindahan tertentu yang mampu menyentuh hati, perasaan, dan jiwa. Namun, tidak hanya sebatas tulisan saja tetapi dalam lisan juga  memiliki arti, makna dan keindahan.
            Hal yang mengacu dalam sastra itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu sastra tertulis dan lisan (oral).  Berdasarkan hal tersebut, maka sastra dalam bentuknya dibagi menjadi tiga, yaitu Prosa, Fiksi, dan Drama. Dapat diketahui bahwa Prosa merupakan karya sastra yang tidak terikat, sedangkan fiksi dan karya sastra yang terikat dengan kaidah atau aturan tertentu. Misalnya, karya Sastra fiksi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair, sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Seperti yang dikatakan Mursal Esten (1978: 9) bahwa Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium, memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Hal hampir senada juga diungkapkan Panuti Sudjiman (1986: 68) bahwa Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.
Dari kedua pendapat para ahli di atas, jelas, bahwa karya sastra baik itu tulisan maupun lisan merupakan ungkapan buah pemikiran yang memiliki makna tersirat yang indah juga memiliki kekuatan yang dapat menyentuh hati, perasaan, dan jiwa manusia. Arti lain yang dapat diambil  bahwa karya sastra itu sendiri memiliki nilai-nilai kehidupan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang bisa membuka ladang pikiran manusia sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan ini dengan baik.
Terkait pada sastra itu sendiri tentu tidak lepas dari peran bahasa yang menjadi alat dalam mengungkapkan kata-kata baik secara tulisan maupun lisan. Bahasa memiliki peran penting dalam sastra atau kesusastraan karena dengan bahasalah sastra itu memiliki makna dan arti yang indah. Bahasa lumrahnya sebagai alat ucap berkomunikasi paling baik yang mencerminkan kepribadian seseorang. Hal ini tentu bisa dipahami bahwa bahasa sudah memiliki kekuatan tersendiri.
Seperti yang diungkapkan Syamsuddin (1986: 2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Berdasarkan pendapat Syamsudin (1986: 2) tersebut, jika dihubungkan dengan sastra tentu bisa disimpulkan dari ungkapan manusia yang tertulis maupun lisan dapat memengaruhi dan dipengaruhi sekaligus mencerminkan kepribadian penulis dan penutur itu sendiri.
Definisi lain yang dapat dipelajari, yakni bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12). Bisa digarisbawahi pada pernyataan Mackey (1986: 12) di bagian kata ‘suatu bentuk dan bukan suatu keadaan’. Hal tersebut dapat dipahami bahwa tidak semua bahasa itu terikat dengan sastra, tetapi sastra sudah pasti terikat dengan bahasa. Alasannya karena tidak setiap hal yang disebut sastra digunakan dalam keadaan yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Namun yang terdapat di dalam sastra itu sendiri merupakan sebagian besar yang menyiratkan kehidupan sehari-hari.
Bahasa itu bebas tidak terikat, sedangkan sastra itu luas penuh arti dan makna juga keindahan yang menyentuh hati, perasaan, dan jiwa. Hal ini dapat diambil kesimpulannya bahwa sastra indah, punya arti dan bermakna karena bahasa adalah nyawanya dalam sebuah karya sastra yang tertulis maupun lisan. Tanpa bahasa tidak akan menjadi sebuah karya sastra, sedangkan dengan berbahasa belum tentu menjadikan sebuah karya sastra.

Sumber:
Esten, Mursal. 1978. Kesusasteraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung : Angkasa
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia
Syamsuddin, A.R. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. 1986.
Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.

Ulasan Buku Dasar-dasar Linguistik



IDENTITAS BUKU
Judul Buku      : Dasar-Dasar Linguistik Umum
Penulis            : Prof. Drs. H. Soeparno
Penerbit          : Tiara Wacana (Anggota IKAPI)
                         Kopen Utama No.16, Banteng, Jl. Kaliurang Km, 7,8, Yogyakarta 55581             
Tahun              : 2013
Tebal Buku     : 176 halaman
Bahasa            : Indonesia
Sampul            : Coklat
ISBN               : 979-979-1262-41-5

Buku Dasar-Dasar Linguistik Umum ditulis oleh Prof. Drs. H. Soeparno. Beliau adalah lulusan FKKS IKIP Yogyakarta tahun 1968. Setelah lulus, beliau langsung bertugas menjadi dosen di Fakultas Keguruan Universitas Cendrawasih di Jayapura, Irian Jaya. Selain itu, beliau pernah menekuni pendidikan di Jurusan Bahasa-bahasa Austronesia di Faculteit der Letteren, Rijk Universiteit te Leiden, Nederlands, tahun 1981-1982. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Dua Periode (1984-1987, 1987-1990), menjadi Dekan Fakultas Bahasa dan Seni dua periode (1992-1995, 1995-1999).
Buku ini memaparkan pengetahuan mengenai bahasa yang ditulis sebanyak 11 bab. Adapun isi dalam buku ini meliputi hakikat bahasa, sejarah perkembangan ilmu bahasa, fungsi bahasa, cakupan bidang linguistik, tipologi bahasa, variasi bahasa, hierarki linguistis, teori /aliran linguistik, ortografi, metode analisis bahasa, dan uji kompetensi analisis bahasa. Bagian pertama pembahasan buku ini tercantum dalam bab 1 dan 2 yang berisi Hakikat Bahasa dan Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa. Pembahasan tersebut meliputi hal yang dimulai dari Definisi Bahasa, Perkembangan Ilmu Bahasa di Dunia Barat, dan Perkembangan Ilmu Bahasa di Dunia Timur, juga dilengkapi dengan Sejarah Perkembangan Kelas Kata.
Bagian kedua pembahasan mengenai Fungsi Bahasa dan Cakupan Bidang Linguistik yang terdapat pada bab 3 dan 4. Fungsi bahasa yang dibahas dalam buku ini terbagi menjadi dua, yakni Fungsi Bahasa Umum, dan Fungsi Bahasa Khusus dengan membahas banyaknya masalah kata sapaan, kala (tenses), dan salam. Lalu dalam pembahasan lanjutan di Cakupan Bidang Lingusitik, membahas tentang Mikrolinguistik dan Makrolinguistik yang di dalamnya banyak terdapat pembahasan teori-teori linguistik.
Bagian ketiga pembahasan buku ini mengenai Tipologi dan Variasi Bahasa pada bab 5 dan 6. Pembahasan yang terdapat dalam bagian ini mengenai Tipologi Genealogis, Geografis, Struktural, dan Variasi Kronologis, Geografis, Sosial, Fungsional, Gaya, Kultural, serta Individual. Pada bagian ini juga dipaparkan kelompok bahasa-bahasa, dan jenis-jenis variasi bahasa.
Bagian keempat dari buku ini pembahasaannya mengenai Hierarki Lingusitik di dalam bab 7. Pada bagian ini Prof. Drs. H. Soeparno, menjabarkan bahwa Hierarki Linguistik terdiri atas tiga bagian, yaitu Hierarki Fonologikal yang melingkupi bidang fonetik dan fonemik, Hierarki Gramatikal yang melingkupi bidang morfologi dan sintaksis, dan Hierarki Refrensial yang melingkupi bidang semantik.
Bagian kelima dalam pembahasan buku ini ialah Teori/Aliran Lingusitik dan Ortografi yang dipaparkan di bab 8 dan 9. Pada bagian ini di dalamnya terdapat Teori/Aliran Tradisional, Struktural, Transformasional, Tagmemik, dan Teori/Aliran yang lain. Kemudian dilanjutkan dengan pembahsaan Ortografis yang membahas Ejaan Fonologis, Silabis, Morfemis.
Bagian keenam dalam buku ini membahas Metode Analisis Bahasa dan Uji Kompetensi Bahasa di dalam bab 10 dan 11. Pada bagian ini Prof. Drs. H. Soeparno, memaparkan tiga pendekatan yang bisa digunakan saat menganalisis bahasa, yaitu pendekatan Sinkronik, Diakronik, dan Pankronik. Selain itu juga dipaparkan Metode dan Teknik Analisis, Langkah-langkah Analisis, dan Data Bahasa.
Buku ini secara khusus sangat membekali pembelajar mengenai Ilmu Dasar-Dasar Linguistik Umum. Teori yang digunakan dalam buku ini juga sangat luas, tidak hanya menekankan pada satu teori saja sebagai acuan dalam melakukan analisis. Pembahasan dari bab 1 sampai dengan 11 juga dijelaskan secara terperinci serta dilengkapi dengan tabel-tabel yang diperlukan ketika melakukan analisis bahasa. Buku ini tidak terdapat warna dan gambar di dalamnya. Selain itu di akhir bab, buku ini dilengkapi dengan daftar pustaka yang lengkap, indeks, dan biografi penulis.
Buku ini terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan. Jika dilihat dari segi isi, buku ini menyuguhkan bahan bacaan secara detail juga mudah dimengerti. Selain itu juga dilengkapi dengan beberapa bahasa, teori, tabel, dan contoh, sehingga membuat pembaca dapat menambah wawasan lebih. Jika dilihat dari segi penyusunanya, buku ini memuat tulisan yang tersusun secara rapi dan terperinci sesuai dengan pokok pembahasan dari bab ke bab.
Meskipun banyak kelebihan dalam buku ini tetapi ada juga kekurangannya. Beberapa kekurangan terdapat, yaitu ada penulisan bahasa Asing yang tidak disertakan artinya, juga ditemukan beberapa istilah yang sulit dipahami. Selain itu, di dalam buku ini tidak terdapat gambar, tidak berwarna, sehingga terkesan monoton dan kurang menarik perhatian pembaca.
           Buku ini memuat berbagai kajian yang berhubungan dengan ilmu dasar linguistik umum. Buku ini sangat baik untuk orang yang tertarik mendalami ilmu bahasa sebagai sumber pengetahuan. Buku ini di samping membekali dengan teori-teori juga memfasilitasi contoh-contoh data bahasa yang diperlukan Mahasiswa, Akademisi, serta Peneliti dalam melakukan analisis bahasa sesuai dengan teori yang digunakan.

Sabtu, 22 April 2017

RESIDU HATI, K.I.T.A

SENASIB ANGIN #7 JILID 2

Bila hatimu butuh didengarkan oleh sungguh. Satu-satunya yang tersisa hanyalah goresan sebagai prasasti kesendirian. Aku pernah berdiri di tempat yang paling kauhindari. Pada ratapan panjangku kala itu jadi penguat akan kepasrahan yang begitu lapang untuk mengisahkan kembali kenangan. Deteriorasi yang kurasakan tak begitu menyenagkan. Mencari kehilangan untuk menemui perpisahan menuju ruang kekosongan. Namun aku tetap menghadapinya, menjalaninya meskipun bukan dalam bentuk cerita yang pernah ada.

Apakah kaumasih ingat pada senja yang menenggelamkan matahari di matamu? Kaubegitu bersemangat mengata purnama akan tiba menerangimu di malam yang pekat. Sungguh, cerita itu masih kuingat saat kaubicara lepas tentang kenanganmu. Tentang sesosok yang mengajarimu untuk belajar menafkahi kenangan. Nmaun pernahkah kauberpikir tentang kesia-siaan yang perlahan merebut hatimu dalam ketidaktahuan. Adalah aku yang jatuh padamu dalam kesenandungan yang terdengar sumbang di telingamu. Mungkin kau terheran, dan tidak mampu berpikir rasional karena kedalaman hati yang tidak tergali.

Sungguh, ini teramat memilukan. Bisakah kaubayangkan? Melarung sepi dalam keadaan yang tidak sepadan. Mengapa kenangan yang selalu jadi pilihan? Bukankah ia sudah menjelaskan semua tentang ketidakmungkinan? Mengapa masih selalu saja mencari jalan pulang? Maaf, aku tidak bermaksud memaksamu untuk menghindari kenangan atau membunuhnya. Aku hanya ingin kita menghadapinya bersama kerelaan. Bukankah kaupernah bercerita padaku tentang jawaban dari Ibumu saat kaubertanya

“Bagaimana caranya aku lari dari tajamnya kenangan, Bu?”
Ibu tersenyum, “jangan lari, hadapi”
“tapi aku takut jika kenangan ini kelak akan membunuhku…”
“jangan takut, Nak, tak ada yang bisa menyakitimu selain kau izinkan” kata Ibumu sambil mengusap kepalamu.

Semua memang bukan tentang kita. Semua memang berbeda. Sama dalam tajuk kenangan, beda dalam bentuk cerita. Sebab itu jangan jadikan kita sebagai satu ragu yang mengumpul menjadi K.I.T.A, jangan! Karena aku ingin kita belajar melukis kembali dengan warna yang tidak lagi menyertakan abu-abu.

Kauperlu tahu; aku masih dalam satu tujuan yang tak tertemukan jalan. Kaupaham dalam bentuk bicaraku yang diam. Kaumembaca setiap tulisan yang kutorehkan. Sejumlah kata yang kaumaknai besar dalam perasaan yang mengabstraksikan hati mewarnai ketiadaan. Namun kaumasih enggan bertegur harapan padaku. Aku tahu, melumpuhkan kenangan memang tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi harus melupakan yang teramat disayang. Namun, apakah aku salah menghipotesiskan perasaanmu dalam dialektika hati dan pikiranku?

Aku merasakan sesuatu yang berusaha kaucegah. Mungkin kauingin mematahkannya karena perbedaan yang ada. Sungguh, aku merasakan itu tanpa bantahan hati yang sadar bahwa sakit itu perih. Namun, bukankah ketulusan adalah tabah untuk cinta yang berada di antara lukanya? Lantas, mengapa masih enggan bertegur harap denganku? Apa kaumasih ingin menjaga diri dengan bersembunyi seperti itu? Ahkh…. Aku terlalu banyak bertanya sehingga aku lupa diri bahwa hingga detik ini juga aku sendiri belum memulainya. Entahlah, aku tidak mengerti. Aku tidak benar-benar paham dengan apa yang kita lakukan. Semua bukan tanpa alasan hanya saja kita tidak mampu menjelaskannya.

Maafkan aku yang hanya bisa seperti ini. Membiarkan namamu menjadi kata yang paling difavoritkan tinta. Menulisi semua prasasti hati yang kurasakan bersama besarnya harap yang tak terlihat. Aku hanya ingin menjaga kita agar tidak menjadi K.I.T.A. Ada juga yang perlu kautahu; aku menjaga diriku karena tidak ingin melihatmu ketika melihatku seperti melihat kaca tebal yang buram. Sebab, dalam doaku, aku melihatmu melambai-lambai dengan tersenyum, dan itu sungguh menguatkanku dalam berupaya ingin mewujudkan kebahagianmu. Mungkin itu hanya sekadar ilusi namun tidak ada salahnya jika itu suatu waktu menjadi nyata di antara kita.

Kita memang mendengarkan yang tak terucap. Biarkanlah semua itu lewat isyarat yang setabah embun menjelaskan ke kita tentang semesta yang mengatur rencana masa depan atas izin Tuhan. Sebab, setiap tatap selalu berbatas juga setiap jatuh tidak pernah sekejap begitu pun setiap harap tidak harus terucap.

Aku mencintaimu tanpa riwayat pun bukan karena pernah tersirat dari tangan yang saling jabat. Padamulah kujtuh hti meskipun telah menyadari hati yang kita miliki telah hancur berserakan karena kenangan. Sepi, dan begitu asing. Pada akhirnya segala rasa yang kita rasakan di antara benar, dan tidaknya firasat hanya menjadi residu hati yang terus berdansa di jemari dalam anafora semoga.


Bersambung.......
Tanjungpinang, 06 April 2017

Rabu, 05 April 2017

UNDANGAN MONOLOG

SENASIB ANGIN #6 JILIID 2
Maafkanlah keadaan ini, sungguh, tiada nama yang bisa kita namai untuk melengkapi hambarnya sepi yang menganaki rindu di nadi pilu. Kautahu bagaimana getirnya mengasingkan diri menjaga mimpi demi kisah melahirkan kasih. Keramaian hanya sebuah lagu tidak berirama yang bersenandung sumbang di telingaku. Aku mampu mengahadapinya tapi prihal rindu, dan perasaan ini tidak bisa kubuang dengan gampang. Aku tidak tahu pasti apakah di pikiranmu menamai rindu atas nama kita. Aku hanya terterka ketika malam panjang menemaniku menjemput pagi. Sebab itu aku meyakini meskipun mungkin bagimu tidak.  

Semuanya begitu rumit bagiku, ketika rasa ingin mengobati sepi ternyata tidak lagi bisa ditawar kesepiannya. Duniaku begitu mengerikan karena penuh liku, banyak badai, jurang dahsyat, sering hujan, dan gersang. Bagaimana mungkin aku mampu dengan mudah mempresentasikan hati dalam konsep yang kita inginkan dalam diam. Kiranya mudah kupahami tentang semua arti namun sebaliknya, seperti hujan di atas lautan. Menjadikan air beradu air membuat riak-riak yang mengerikan. Aku butuh waktu, dan belum tentu kaumau menunggu perjalananku menujumu itu pun jika aku yang menjadi penantianmu.

Mungkin kaupernah bertanya-tanya, “mengapa orang bisa bersatu tanpa bertemu terlebih dahulu atau tidak saling kenal?”. Seandainya kita paham, mata tidak selalu mengenali seseorang dengan jujur karena takut akan ada perasaan yang harus dituruti, dikatakan, ditindaklanjuti, dan mungkin bisa kita kendalikan semua rasa cemas tidak melebihi batas wajar. Lalu bagaimana dengan mata hati kita? Aku tidak tahu. Aku hanya punya perasaan yang tumbuh subur tanpa pertemuan dari jarak yang paling jauh.

Pernahkah kausadar, apa yang ditakutkan matahari terbit selain awan hitam? Pernahkah kaumengerti, apa yang ditakutkan perasaan selain keterlambatan? Semua menjadi satu dalam kemasan yang disebut kehilangan. Seperti gelisah menunggu pagi di malam petaka dengan harapan yang berujung patah. Kita tidak pernah tahu rahasia dari konsep kecil yang diberikanNya. Semua ini tentang rasa seumpama hujan yang bisa gerimis kecil, deras butir, bahkan badai petir.

Sebenarnya aku tidak pernah tahu caranya mengendalikan perasaan ini. Ada jarak yang harus kutempuh serupa bentang samudera. Aku memang berniat menyeberanginya dengan bahtera yang kuat karena akan banyak badai yang hebat. Bila memungkinkan, aku akan berusaha berenang atau membangun sebuah jembatan penyeberangan. Jika tidak mampu kulakukan, maka aku akan memilih jalur udara menggunakan pesawat tangguh dengan avtur yang cukup agar tidak jatuh di laut lepas. Aku sadar, jarak kita yang sejauh samudera membutuhkan ilmu navigasi. Sebab itulah saat ini aku masih mengamini diam, dan berusaha menata perjalananku sebaik mungkin.

Aku memang bukan orang asing bagimu. Kita sering membicarakan banyak hal dalam konsep apapun. Namun dalam sebuah konsep hati yang sedang kita rasakan sekarang sama sekali tidak pernah kita bicarakan. Kita semacam sepakat tanpa perundingan karena sama-sama tahu bahwa segala urusan hati benar-benar hanya urusanNya.

Aku memang sama sekali tidak habis pikir dengan diriku sendiri. Perasaan yang tanpa kesengajaan, dan alasan justru tumbuh begitu cepat setelah kita saling mengenal jarak perbedaan. Aku tidak tahu pasti apa yang kaurasakan, adakah kita dalam benakmu atau bahkan aku tidak sama sekali ada. Entahlah, Aku bukanlah pembaca firasatmu yang hebat, dan aku pun tidak tahu apakah kaumampu membaca firasatku dengan baik. Semua hanya dibicarakan dalam diam, dan mengamininya sendiri.

Kita ibarat menerima undangan hanya melalui semesta. Undangan yang terbuat dari udara dingin, dan langit yang kelabu. Angin yang mengabari beritanya tentang kita yang mengamini diam menulisi harapan menjadi cerita yang utuh di alam pikiran. Hampir setiap hari aku terus mendapati undangan, dan mungkin kaujuga demikian. Undangan yang sendu semilir rindu yang bertumpuk-tumpuk hingga mencair. Sayangnya, hati yang kita miliki sebesar gelas kaca sementara rindu seperti es di kutub utara.


Bersambung.......

Tanjungpinang, 01 April 2017