Kamis, 17 Mei 2018

Artikel



Nama              : Julian Anggar Kesuma Siregar
NIM                : 150388201092
Mata kuliah    : Wacana Bahasa Indonesia
Tugas              : Menulis Artikel

Sastra Indah dan Bahasa Nyawanya
            Barangkali banyak orang memiliki definisinya sendiri tentang sastra karena sastra memang memiliki ruang lingkup yang luas sekali. Sastra itu indah, dan di balik keindahannya itu tentu ada beberapa hal mendasar yang menjadi bukti kekuatan dari kata sastra tersebut. Seperti yang diketahui bahwa sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanksekerta yakni ‘Shastra’, artinya ‘teks yang mengandung instruksi atau pedoman’. Berasal dari kata ‘Sas’ yang berarti ‘Instruksi’, sedangkan ‘Tra’ berarti ‘alat atau sarana’.  Bahasa Indonesia sendiri kata ini digunakan untuk merujuk ‘kesusastraan’ atau lebih dikenal lagi jenis tulisan yang memiliki arti dan makna juga keindahan tertentu yang mampu menyentuh hati, perasaan, dan jiwa. Namun, tidak hanya sebatas tulisan saja tetapi dalam lisan juga  memiliki arti, makna dan keindahan.
            Hal yang mengacu dalam sastra itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu sastra tertulis dan lisan (oral).  Berdasarkan hal tersebut, maka sastra dalam bentuknya dibagi menjadi tiga, yaitu Prosa, Fiksi, dan Drama. Dapat diketahui bahwa Prosa merupakan karya sastra yang tidak terikat, sedangkan fiksi dan karya sastra yang terikat dengan kaidah atau aturan tertentu. Misalnya, karya Sastra fiksi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair, sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Seperti yang dikatakan Mursal Esten (1978: 9) bahwa Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium, memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Hal hampir senada juga diungkapkan Panuti Sudjiman (1986: 68) bahwa Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.
Dari kedua pendapat para ahli di atas, jelas, bahwa karya sastra baik itu tulisan maupun lisan merupakan ungkapan buah pemikiran yang memiliki makna tersirat yang indah juga memiliki kekuatan yang dapat menyentuh hati, perasaan, dan jiwa manusia. Arti lain yang dapat diambil  bahwa karya sastra itu sendiri memiliki nilai-nilai kehidupan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang bisa membuka ladang pikiran manusia sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan ini dengan baik.
Terkait pada sastra itu sendiri tentu tidak lepas dari peran bahasa yang menjadi alat dalam mengungkapkan kata-kata baik secara tulisan maupun lisan. Bahasa memiliki peran penting dalam sastra atau kesusastraan karena dengan bahasalah sastra itu memiliki makna dan arti yang indah. Bahasa lumrahnya sebagai alat ucap berkomunikasi paling baik yang mencerminkan kepribadian seseorang. Hal ini tentu bisa dipahami bahwa bahasa sudah memiliki kekuatan tersendiri.
Seperti yang diungkapkan Syamsuddin (1986: 2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Berdasarkan pendapat Syamsudin (1986: 2) tersebut, jika dihubungkan dengan sastra tentu bisa disimpulkan dari ungkapan manusia yang tertulis maupun lisan dapat memengaruhi dan dipengaruhi sekaligus mencerminkan kepribadian penulis dan penutur itu sendiri.
Definisi lain yang dapat dipelajari, yakni bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12). Bisa digarisbawahi pada pernyataan Mackey (1986: 12) di bagian kata ‘suatu bentuk dan bukan suatu keadaan’. Hal tersebut dapat dipahami bahwa tidak semua bahasa itu terikat dengan sastra, tetapi sastra sudah pasti terikat dengan bahasa. Alasannya karena tidak setiap hal yang disebut sastra digunakan dalam keadaan yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Namun yang terdapat di dalam sastra itu sendiri merupakan sebagian besar yang menyiratkan kehidupan sehari-hari.
Bahasa itu bebas tidak terikat, sedangkan sastra itu luas penuh arti dan makna juga keindahan yang menyentuh hati, perasaan, dan jiwa. Hal ini dapat diambil kesimpulannya bahwa sastra indah, punya arti dan bermakna karena bahasa adalah nyawanya dalam sebuah karya sastra yang tertulis maupun lisan. Tanpa bahasa tidak akan menjadi sebuah karya sastra, sedangkan dengan berbahasa belum tentu menjadikan sebuah karya sastra.

Sumber:
Esten, Mursal. 1978. Kesusasteraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung : Angkasa
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia
Syamsuddin, A.R. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. 1986.
Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.