Jumat, 03 Juni 2016

MATAHARI 1/2 MATI

Pernah kau simpulkan harapankuPernah kau tanam mimpi cita cintakuPernah kau rawat rumitnya hatimuPernah juga kau ikrarkan keteguhanmuSampai ketika kau terseduMaafmu berseri rindu serdadu senduSaat jemarimu terlingkar berlian piluBukan pilihanmu bukan pula pemilik akuDi semenanjung itu kita bertemu tuk terakhirnyaKau ceritakan lagi tentang berlian melingkari jemariKau tahu?Matahari kini setengah matiMenyinari pagi yang kehilangan pemilik hatiSungguh duniawi

Analisis Dongeng




ANALISIS DONGENG “Kisah Telaga Bidadari”
Unsur-unsur yang dianalisis adalah Unsur Instrinsik:
1.      Tema
2.      Latar
3.      Alur/Plot
4.      Tokoh dan Penokohan
5.      Sudut Pandang
6.      Gaya Bahasa
7.      Amanat

Hasil dari analisis berdasarkan unsur-unsur instrinsik di atas:
1.      Tema
Dongeng ini menceritakan bagaimana kisah terjadinya dari awal sampai akhir pernikahan dari seorang manusia (Awang Sukma) dengan seorang bidadari (Putri Bungsu)
2.      Latar
a.    Hutan
Di dalam hutan yang belantara pada saat Awang Sukma mengembara..........

b.    Telaga
Di sebelah telaga yang jernih dan bening di bawah pohon yang rindang..........
3.      Alur/Plot
Maju, karena di dalam dongeng ini secara garis besar menceritakan tentang sebuah rencana dimasa yang akan datang.

4.      Tokoh dan Penokohan
a.    Awang Sukma
·         Seorang pemuda yang perkasa dan tampan bergelar Datu di tempat dia tinggal.
·         Sebagai seorang pencuri selendang salah satu  dari 7 bidadari yang pada saat itu sedang mandi di telaga.
·         Sebagai ayah dari Kumalasari.
·         Baik hati, penolong, dan pembohong.





b.    Putri Bungsu
·         Baik hati, penyayang, dan pemaaf.
·         Salah satu dari 7 bidadari kayangan.
·         Sebagai seorang bidadari yang baik.
·         Sebagai bidadari yang kehilangan selendangnya.
·         Sebagai seorang istri dari seorang pemuda yang gagah perkasa (Awang Sukma).
·         Ibu dari Kumalasari.

c.    Kumalasari
·         Anak dari buah pernikahan Awang Sukma dan Putri Bungsu.

5.      Sudut Pandang
Di dalam dongeng “ Kisah Telaga Bidadari” ini terdapat sudut pandang orang ketiga, karena di dalam penulisan ini pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi seperti halnya penonton hanya melihat sebuah pementasan drama. Pengarang sama sekali tidak mau masuk dalam pikiran si pelaku.
Intinya, hanya dapat melihat apa yang diperbuat orang lain dan dengan melihat perbuatan tersebut kita bisa menilai kehidupan jiwanya, kepribadiannya, dan jalan pikirannya si pelaku. Pembaca hanya bisa membei penafsiran cerita berdasarkan kejadian, dialog, dan perbuatan para tokoh.

6.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam penceritaan dongeng ini adalah hiperbola selain itu juga ada bahasa sangat  sederhana seperti yang biasa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga setiap para pembaca mudah memahami isi dari maksud ceruta tersebut.

7.      Amanat
Dongeng ini memberi pelajaran yang sangat berarti dalam penceritaannya. Di dalam dongeng ini mengajarkan kita bagaimana caranya bahwa menyimpan sesuatu yang bukan hak milik kita pada suatu saat nanti pasti terungkap. Karena apabila kita menginginkan sesuatu yang baik haruslah dengan cara yang baik.


LAMPIRAN OBJEK PENELITIAN
Kisah Telaga Bidadari
Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar.
Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya. "Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa," gumam Datu Awang Sukma.
Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh rendah di telaga. Di sela-sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air.
"Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma.
"Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu," gumam Datu Awang Sukma.
Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masing-masing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya.
"Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.
Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.
Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. "Apa kira-kira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.
Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. "Kini saatnya aku harus kembali!," katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayinya.
Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu kepada Datu Awang Sukma." Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu.
Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan seketika terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma menatap sedih dan bersumpah untuk melarang anak keturunannya memelihara ayam hitam yang dia anggap membawa malapetaka.

Asyiknya Belajar dengan Bu Tessa


Asyiknya Belajar Dengan Bu Tessa
Boby Julian
Setelah setahun aku terapung ketika melepaskan putih abu-abu aku seperti seorang yang tak menemukan arah. Namun, pelita ku tak padam. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan jenjang pendidikanku. Bagiku semuanya belum terlambat dan dengan kepanikan aku memilih kemana harus menentukan arah. Kemudian jalan hidup mengantarkanku ke semenanjung melayu tempat dimana aku harus menata diri menuntut ilmu.
Semua berawal dari mimpi, aku menyusuri tempat yang sama sekali belum pernah ku pijaki sebelumnya dengan menjaminkan diri pada ketekatan yang tak pernah bertepi, aku memulai jalan hidup yang baru ini dengan nada yang tak harmonis namun dari setiap kekurangan itu aku percaya pada satu hal, Tuhan tidak pernah salah menentukan takdir oleh karena itu aku berdiri tegap dan terus melangkah menyusuri ruang yang ku sebut itu adalah tempat yang paling tepat untukku yaitu di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), aku memulai semuanya dengan sangat hati-hati karena hidup di tempat yang mulanya belum pernah dikenali tidaklah elok bila harus bermain ria dengan sedemikian rupanya.
Akhirnya, seiring waktu yang terus berpacu aku mulai merasakan ada secercah kebahagian yang mengundang rasa nyaman yang tidak bisa ku ceritakan semuanya disini. Tapi disini aku akan menceritakan salah satunya dari semua itu dan yang aku pilih diantaranya adalah cerita bersama dosen-dosenku di UMRAH namun dari semua dosen yang ada aku memilih satu dosen yang akan aku ceritakan disini yang mana dosen tersebut aku jadikan salah satu senyuman semangat hidup. Baiklah, di dalam tulisan yang kutata dengan sangat sederhana ini aku masih begitu ingat satu dosen yang ku sebut senyuman semangat hidup itu kerap menyapaku dengan sebutan yang paling beda dari dosen-dosenku yang lainnya. Dia adalah dosen dari mata kuliah prosa,fiksi, dan drama yaitu ibu Tessa Dwi Leoni yang mana bu Tessa tersebut menyapaku dengan sapaan Julian Anggar, bagiku ini sangat berbeda dari dosen-dosen lainnya. Pada umumnya, aku disapa Julian saja dengan hal tersebutlah aku menyatakan ini sangat berbeda dan terasa sedikit aneh namun aku tidak menemukan alasan dari keanehan tersebut. Mungkin karena lebih nyamannya begitu jadi bu Tessa memanggilku seperti itu.
Selama mengikuti perkulian dengan bu Tessa ada banyak hal yang terjadi yang bisa ku jadikan sebagai pengalaman dan pelajaran hidup dan tentunya yang pertama ingin ku ceritakan adalah tentang tugas. Hal yang paling menyenangkan dari bu Tessa adalah tidak banyak memberikan tugas tentu saja ini sangat meringankan beban sebagai mahasiswa seperti aku karena bisa menenangkan dan menyegarkan benak yang menumpuk tentang tugas mata kuliah yang lainnya. Namun, bukan berarti perkuliahan dengan bu Tessa tidak pernah diberikan tugas pastinya ada akan tetapi tugasnya sangat sederhana namun bermanfaat bagi siapapun yang mampu memahaminya dengan sempurna. Tugas yang diberikan bu Tessa bersifat kelompok dan individu, pengalaman pertama saat membuat tugas kelompok dari bu Tessa sangat menyenangkan, tugasnya adalah mempresentasikan hasil diskusi dari materi yang sudah diberikan ibu Tessa dan saat itu kelompok yang aku miliki beranggotakan sembilan orang semuanya laki-laki. Meskipun kelompokku saat itu laki-laki semua tapi kami mampu membuktikan bahwa kami ingin menjadi yang terbaik dan hal tersebut mendapat penilaian yang sesuai dari apa yang kami harapkan dan tentu saja penilaian tersebut menjadi poin tersendiri bagiku dan membangkitkan semangat untuk tugas-tugas selanjutnya. Lalu, tentang tugas individu dari bu Tessa bagiku tugas yang super kritis tapi tidak membuat aku pesimis meskipun tugas itu harus menguras otak dan membutuhkan waktu tapi ibu Tessa sangat mengerti dengan tugas yang ia berikan tersebut sehingga bu Tessa memberikan waktu yang cukup lama yaitu dua minggu, bagiku dengan waktu yang dua minggu itu rasanya cukup untuk menyelesaikan tugas menganalis dua cerpen berdasarkan kajian struktural yang mana tugas tersebut adalah tugas yang ditujukan untuk nilai UTS.
Selain tentang tugas, belajar dengan bu Tessa sangat menyenangkan sekali dan tidak membosankan. Ibu Tessa mampu membangkitkan semangat belajar seakan aku ingin terus belajar dengannya setiap hari, selain cara belajarnya yang simpel dan mudah dimengerti bu Tessa juga memiliki senyuman yang memotivasikan keinginan belajar yang tak pernah padam. Di sisi lainnya juga bu Tessa terlihat begitu cantik dan baik hati.
Di sisi lainnya saat perkuliahan dengan bu Tessa membuat aku merasa asyiknya belajar dengan bu Tessa adalah membuat teman-teman sekelasku cemburu dan terkadang menggumang tidak jelas di depanku. Bagaimana tidak, setiap kali perkuliahan sama bu Tessa hampir setiap waktu nama Julian Anggar saja yang disebut bu Tessa, baik dalam sapaan biasa ataupun ada perintah-perintah lainnya. Hal inilah yang membuat teman-teman sekelas ku sering menggumang “Kelas ini seperti tidak ada orang lain saja, itu-itu terus yang dipanggil” setiap kali teman-teman seakan ingin protes aku hanya tersenyum dan tertawa kecil karena aku hanya berfikir berarti bu Tessa percaya kepadaku bukan bearti tidak percaya dengan lainnya hanya saja mereka (teman-temanku) salah menanggapi hal tersebut.
Lalu, bu Tessa juga bisa marah dan bagiku itu adalah sesuatu yang wajar saja karena sebuah amarah pasti ada sebabnya dan ketika dia marah terlihat begitu bijaksana. Biasanya, kalau bu Tessa marah disebabkan karena ada tugas yang tidak dikerjakan dan itu pernah terjadi di kelasku. Pada saat itu tugas yang diberikan bu Tessa adalah penyusunan materi untuk dipresentasikan perkelompok, namun di dalam kelasku ada beberapa kelompok yang tidak membuatnya. Oleh karena itu, bu Tessa marah dan bisa dikatakan bu Tessa ceramah di dalam kelas untuk menyuntik para kelompok yang tidak membuat tugas darinya dengan kata-kata yang cukup tajam namun terdengar sangat bijak sekali. Tapi, perlu aku jelaskan bahwa kelompokku tidak termasuk kelompok yang tidak membuat tugas darinya karena aku sebagai ketua kelompok tentu saja tidak ingin mengecewakan bu Tessa semua itu disebabkan karena aku ingin terus melihat bu Tessa tersenyum setidaknya aku tidak kehilangan senyuman semangat hidup dalam belajar dan tentunya aku ingin menjaga kepercayaan bu Tessa juga bahwa aku tidak lalai dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Oleh karena itu, sampai dengan hari ini juga bu Tessa tidak pernah memarahiku.
Baiklah, itulah pengalaman nyataku bersama bu Tessa yang mana sebagai dosen mata kuliah Prosa. Fiksi, dan Drama. Terus terang saja, perkuliahan dengan bu Tessa memang sangat mengasyikan. Terima kasih bu Tessa sudah jadi senyuman semangat hidup dan belajarku.
*****