Sabtu, 10 Desember 2016

MAAFKAN KISAHNYA!!!



Kamu mulai ragu melupakannya.Hening yang sekejap di ruang bercahaya remang, kamu mencoba untuk tidak membiarkan airmatamu tumpah lebih banyak lagi. Kamu yang sudah terbiasa merasakan hal serupa di setiap malamnya, kali ini seakan tersiksa oleh bayang-bayang sesal yang mulai menghujani seluruh tubuhmu. Dilema itu mulai menghakimi dalam keinginan yang sejak lama ingin lekas kamu tuntaskan, melupakannya. Namun, sebungkus cerita yang menjadi kisahmu dalam sepuluh tahun berpetualang bersamanya dengan situasi yang beragam-ragam, menjadikanmu lumpuh untuk beranjak jauh dari beranda kenangan. Kamu kembali berpikir tentang melupakan yang pada dasarnya hanya ada dalam cerita dongeng. Pada akhirnya kamupun menunda keinginan yang sejatinya memang takkan pernah terjadi sama sekali.

Di malam itu, kamu mulai berbicara sendiri kepada dinding kamar yang kerap menemani kesedihanmu. Bagimu tidak perlu lagi menjelaskan kepadanya tentang bagaimana sakitnya melawan ketiadaan yang menampar keinginan. Mungkin terlalu banyak barang kenangan yang membentuk lingkaran di kepalamu. Bayang-bayang yang senantiasa tanpa ragu mewarisi kisah yang tertulis di buku biru yang sudah kalian letakkan jauh-jauh dari kehidupan masing-masing.

Haruskah melupakan, sedangkan kisahnya sudah melekat tanpa sekat. Mungkin saja waktu itu kalian terlalu cepat mengikat sehingga kalian tidak sependapat lagi dalam melunaskan ambisi yang sempat jadi alasan sebuah pengharapan. Mungkin juga sampai detik ini kalian masih terheran, entah apa penyebabnya sehingga perbedaan menjadi penguasa perdebatan dan mungkin saja kalian gagal paham dengan apa yang sudah kalian rancang. Akhirnya, hanya bisa terdiam dan menanggung perasaan dalam bahasa yang hanya menjadi tulisan. Begitulah cara kalian dalam menerka takdir, menulis dengan sederhana berharap sama-sama membacanya.

Kamu yang kiranya mulai patah hati. Kini semakin akrab dengan alam dalam keadaan apapun. Kamu menjelma menjadi sesosok pendiam yang malu menceritakan kisahnya pada teman dan orang-orang terdekatmu. Semua dimulai semenjak takdir mengutus perubahan yang sama sekali kamu tidak menduganya dan ketika takdir berubah, kamu hanya menghadiri senja untuk menghibur hati yang sudah mulai berantakan ruangnya. Senja yang hanya mampu menceritakan kembali kisah kalian yang telah usang dan membuatmu nyaman hidup dalam lamunan sambil mengangkat tangan untuk sebuah pengharapan yang hilang. Tentu saja, nafasmu masih menjadi saksi dan detak jantungmu masih menjadi bukti meskipun di senja itu yang tersisa hanya segumpal kisah yang tertinggal dalam keadaan setengah mati. Namun, rindu yang sudah mendekam di hatimu menjadi kekuatan hati yang sejatinya telah patah.

Di sisi lainnya juga kamu betah menjadi orang asing yang menikmati angin, hujan, pagi, siang dan malam. Mungkin saja kamu ingin mengkolaborasikan perasaan yang tersia takdir dalam kurun waktu yang kamu sendiri tidak tahu sampai kapan. Takdir yang bisa saja membunuhmu dengan airmata yang menjadi darah, ketika oksigen yang ada hanya memburu kenangan demi kenangan.

Kamu menikmati angin, karena angin telah membawamu kembali ke pondok kecil beratap rusak, tempat di mana kamu bersamanya menikmati senja yang menghubungkan cerita kalian dalam tawa sebuah pengharapan masa silam. Angin yang kamu jadikan alasan untuk tetap tersenyum serta bersyukur karena ingatanmu belum sepenuhnya rusak.

Begitu juga logika hujan yang seringkali membuatmu menangis. Sebab, pasir bergaram yang sempat meninggalkan jejak kalian perlahan-lahan terhapuskan oleh rintiknya tanpa ampun. Kamu memang tidak sedang membenci hujan tapi airmatamu tidak dapat berbohong bahwa kenapa harus hujan, mengapa tidak gerimis. Begitulah hujan yang ingin melihatmu menangis kerena tidak ada jejak yang abadi biarpun kenangan telah bersemayam kekal di kehidupan.

Kamu juga menikmati pagi, karena pagi telah membuatmu hidup kembali meskipun pagi yang kini kamu lalui setiap hari sudah tidak lagi bersama hadirnya. Namun, bagaimana tentangnya, tentang kalian. Pastinya, pagi akan selalu mengisi itu semua dengan tarian indah berbau sendu di kepalamu. Tapi kamu sadar tarian itulah yang membuatmu tetap tersenyum dan memulai aktifitas apapun dengan ekspresi yang tidak banyak orang tahu.

Lalu, bagaimana dengan malam?

Mungkin inilah waktu yang paling ingin kamu hindari, waktu yang telah menggagalkanmu melupakan dirinya, waktu yang membuatmu harus menanggung beban perasaan dan waktu yang tidak bersahabat untuk menlancarkan aktifitasmu yang seharusnya dengan mudah  diselesaikan. Malam adalah waktu yang paling kamu takutkan karena airmata biasanya mengalir tanpa disadari, pikiranmu pun berlari-lari kemana-kemana, dan hatimu terguncang kembali dengan kejam mengobrak-abrik isinya yang sudah berantakan menjadi semakin berantakan. Tapi bisa saja kamu lupa bahwa malam memiliki bagian terpenting dalam hidupmu. Sebab, malam juga selalu membuatmu tertidur pulas dan menyelamatkanmu dari teriakan-teriakan kenangan bahkan terkadang mengajakmu mengakat tangan sedada untuk merajut setiap pengharapan yang mati. Begitulah adanya malam tak selamanya ia kejam.

Pada hakikatnya, kamu telah dirundung pilu yang bertubi-tubi. Kemalangan hati yang tiada hentinya, sesungguhnya menjadikanmu lebih kuat lagi menjalani hidup. Kamu memang perlu melihat ke belakang meskipun itu butuh kesiapan hati untuk meratapi karena dengan begitu kamu tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, takdir seperti apa yang telah kamu dapatkan dan kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Melihat ke belakang adalah langkah di mana semestinya akan melanjutkan perjalanan bahwa tidak mungkin selamanya hidup akan sama.

Prihal takdir, kamu tidak perlu protes. Hidup ini sejatinya adil, terkadang ia sengaja membiarkanmu larut dalam duka supaya nantinya kamu mampu memantapkan diri ketika bahagia menghampirimu. Bicara tentang takdir memang lucu, takdir memiliki sejumlah paket yang berbeda. Jadi, Jangan pernah menganggap kisah yang tidak sempurna itu mati karena di lain waktu kisah itu tetap menghampiri ingatanmu. Mungkin dengan sengaja dia ingin melihatmu bersedih atau justru ingin melihatmu jadi sesosok yang kuat, tegar, dan tidak menjadi bisu.


Pada akhirnya apa yang harus kamu lakukan, hanya memaafkan. Memaafkan kisahnya yang yang sudah membuat seluruh tubuhmu menikmati pesakitan luar dan dalam. Maafkanlah kisahnya yang sempat membuatmu menangis karena sebuah pengharapan yang dipatahkan takdir. Jangan pernah menyalahkan rindu, cinta, dan seluruh perasaan yang dianugerahkan Tuhan. Sebab, masa depan siapa yang tahu. Mungkin kamu tidak bisa memilikinya, setidaknya kamu memiliki kisahnya. Dan Begitulah kehidupan, kita perlu memaafkan semua yang terjadi karena dengan begitu kita akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.